Memiliki keluarga yang sakinah mawaddah warahmah adalah dambaan
setiap orang. Realitanya, kehidupan rumah tanggga tidaklah selalu menyenangkan
dan mulus sesuai dengan yang diidam - idamkan. Ada saatnya terjadi konfilk
berkepanjangan dan ada masa – masa kemesraan mengiringi kehiduapn mahligai
keluarga. Bahkan jika konfilk itu pelik, tidak jarang dari mereka memilih jalan
perceraian sebagai jawaban persoalan.
Anak Adalah Korban Utama Perceraian
Perceraiaan sering terjadi pada pasangan
yang sudah memiliki anak. Maka, orang tua yang bercerai harus tetap memikirkan
bagaimana nasib dari anaknya, karena ia harus di pisahkan antara ibu dan
ayahnya.
Anak dihadapkan pada persoalan yang
sulit, karena perceraian biasanya di dahului konflik yang sangat pelik. Baik
itu perselingkuhan, ekonomi, dan lain sebagianya. Anak mengalami tekanan batin
dengan melihat kenyataan tersebut, apalagi melihat kedua orang tuanya cek cok, bertengkar dalam waktu yang
lama. Betapa kepedihan menggores jiwa si anak tersebut.
Setelah bercerai anak juga
dihadapkan posisi yang dilema. Kemana ia akan ikut?, bapak kah? Ibu kah?. Dari
sini muncul persoalan lagi, akibat perceraian orang tua si anak akan di asuh
dengan pola pengasuhan orang tua tunggal yang mempengaruhi perkembangan
kepribadian anak. Ketidakhadiran ayah atau ibu dalam keluarga mengakibatkan
anak kehilangan tokoh identifikasi.
Sebuah penelitian menujukkan bahwa
pengasuhan ibu tunggal pada keluarga bercerai ternyata memang berpengaruh besar
pada perkembangan anak remaja mereka. Kurangnya perhatian, kehangatan dan kasih
sayang seorang ibu menyebabkan si anak memiliki rasa tidak aman. Sementra si
ibu harus dituntut untuk menopang perekonomian keluarga yang seharusnya menjadi
tanggung jawab ayah.
Dari sinilah mulai terjadi beberapa
konflik pada diri anak, terutama secara psikologis mereka merasakan kecemasan,
kesepian serta gangguan psikologis lainya karena harus kehilangan salah satu
orang tua yang sangat di cintainya. Dan mereka dituntut untuk menghadapi
situasi yang sulit tersebut.
Perlu direnungkan dan disesalkan. Dari
waktu – ke waktu, kasus perceraian tampaknya meningkat terus dan bahkan sudah
menjadi budaya yang lumrah di
masyarakat kita. Kesakralan dan makna
pernikahan kini tidak lagi berarti. Lihatlah, betapa banyak siaran televisi atau
media surat kabar yang menyajikan kasus – kasus demikian. Potret kelam
kehidupan rumah tangga di jadikan santapan menu hangat bagi para penonton,
padahal perceraian adalah prilaku yang di benci Tuhan dan tidak diinginkan
setiap insan.