Teori pendidikan anak terus berkembang dari masa
ke masa, apa yang berlaku pada masa kecil orang tua kita dulu akan sangat
berbeda dengan apa yang diterapkan pada masa kecil kita. Teori dan model
pendidikan anak ini akan terus berkembang seiring perkembangan zaman.
Lahirnya berbagai macam teori pendidikan anak
tentu akan membuat pusing para orang tua, yang ini bilang begini, yang itu
bilang begitu, puyeng mau mengikuti teori dan strategi yang mana, padahal kalau
dipikir-pikir dan ditelaah lebih dalam semuanya menarik dan bagus. Nah,
bagaimana jika semua model itu kita terapkan pada anak-anak kita?
Hmmm, nanti dulu ya, semestinya perlu kita pahami
bersama bahwa setiap anak terlahir dengan potensi bawaannya masing-masing,
setiap anak berbeda, namun itulah yang membuat mereka istimewa. Coba saja
bayangkan jika dalam sebuah taman hanya dipenuhi bunga berwarna merah saja,
atau kuning saja, atau putih saja, tentu pemandangan yang kita lihat akan
menjadi monoton. Lain halnya dengan sebuah taman yang di dalamnya terisi oleh
beranekaragam tanaman bunga, ada yang berwarna merah, kuning, putih, ungu, dan
sebagainya, maka perbedaan yang ada akan membentuk harmoni yang indah bukan?.
Dan ini sama seperti gambaran anak-anak. Mereka memiliki potensi dan kecenderungan
yang berbeda-beda, namun di sanalah letak keunikannya. Setiap anak akan
“bekerja” sesuai porsinya, tidak bertubrukan, tidak sama, namun satu sama lain
saling mengisi.
Setiap anak memang diciptakan istimewa, maka dari
itu setiap anak perlu kita perlakukan dengan istimewa, perlakuan ini tidak
seragam karena keunikan yang dibawa oleh pribadi sang anak. Dr. Howard Gardner
mengungkapkan ada 7 jenis kecerdasan yang dimiliki anak, dan masing-masing
memiliki porsinya sendiri. Jika kita telah mengetahui dan memahami perbedaan
yang pasti terjadi dalam setiap anak, maka sudah sepatutnya kita menyadari
bahwa memilih model pendidikan anak harus didasari dengan sikap yang bijak.
Artinya, tidak mesti seluruh model pendidikan yang ada harus diterapkan kepada
seorang anak, namun orang tua hendaknya melihat dan mengamati potensi dan
kecenderungan anak tersebut cocok dididik dengan metode seperti apa.
Misalnya, anak pertama mungkin berhasil dengan
pola pendidikan homeschooling. Namun, belum tentu metode ini cocok diterapkan oleh
anak kedua, ketiga, dst. Anak kedua mungkin saja berhasil diajari membaca
dengan metode mengeja, namun boleh jadi adiknya lebih cepat menguasai
baca-tulis dengan metode glenn Domann. Maka sebagai orang tua, tuntutan untuk
belajar hal-hal baru yang berkaitan dengan pendidikan anak akan terus menekan.
Menjadi orang tua tidak semudah melahirkan, mengasuh, dan membesarkan saja,
karena setelah itu orang tua sebagai lembaga pendidikan pertama masih memiliki
tugas mendidik yang akan menentukan keberhasilan anak dalam menghadapi dunia
sebagai bekal akhiratnya kelak.
Jadi, dari begitu banyak model pendidikan anak
yang berkembang, kita bisa memilih dan memilah mana yang sekiranya cocok
diterapkan untuk keluarga kita masing-masing, sesuaikan dengan kemampuan, kecenderungan,
dan kapasitas ilmu yang dimiliki.